PERUMAHAN CINTA KASIH TZU CHI CENGKARENG
Rumah Kasinah tidak terbilang besar. Begitu melewati bingkai pintu yang bernomor B13/3C itu, langsung terlihat ruang tamu dan ruang makan yang digabung, dan tak jauh di sisi kanan terdapat 2 kamar tidur serta kamar mandi. Dalam sekali pandang, itulah keseluruhan rumah Kasinah, sama sekali tidak ada sisi yang tersembunyi. Meski demikian, dinding yang baru dicat ulang warna krem yang lembut dengan cat dari pengelola itu, memberi kehangatan pada siapa saja yang datang. Dalam kesederhanaan, rumah yang ditata dengan rapi ini menawarkan kenyamanan yang tidak kalah dari rumah gedung dengan semua kelengkapannya. Kasinah merawat rumah kecilnya dengan sangat rapi. Di dinding, ia gantungkan ijazah anak-anaknya beserta beberapa hiasan dinding dan foto almarhum suaminya. Di ruang keluarga itu, hanya terdapat sebuah televisi dan meja makan. Sementara di dapur, piring, sendok, dan peralatan masak tersusun bersebelahan dengan pakaian yang digantung setelah dicuci. Pada setiap sudut rumah tercermin kesungguhan hati penghuninya. Meski usia Perumahan Cinta Kasih Cengkareng telah memasuki tahun ke-2, namun kebersihan dan kerapiannya masih bertahan seperti saat baru diresmikan. Warna cat dinding, kaca jendela maupun rumput di lapangan, terawat dengan baik. Siang hari, apalagi di masa-masa puasa, pada saat para ibu tidak mengerjakan aktivitas dapur mereka, sebagian dari mereka duduk-duduk di teras bawah. Di sana-sini juga terlihat ibu-ibu ini menyapu tangga dan teras tersebut. Maka tak heran jika lingkungan rumah susun senantiasa bersih.
Seperti Satu Keluarga Di rumah susun ini, warga cukup berjalan 3 langkah atau menaiki 20 anak tangga untuk masuk ke rumah sebelah. Inilah beda tinggal di rumah susun dengan rumah penduduk biasa. Kehidupan antar tetangga berdampingan dalam jarak yang demikian dekat, membuat keluarga-keluarga yang tinggal dalam satu blok terasa seperti satu keluarga. ˇ§Awalnya masih kita lihat pintu-pintu (rumah) yang ditutup, tapi sekarang rata-rata warga lebih suka membuka pintunya,ˇ¨ tutur Edi, kepala RT di salah satu blok. Ini bukan hanya masalah membuka atau menutup pintu semata, tapi menunjukkan keterbukaan antar warga. Tak ada kekhawatiran akan kehilangan sesuatu, sebab mereka saling menjaga. Sering dijumpai warga yang langsung masuk ke rumah tetangganya, meminjam atau mengembalikan sesuatu. Suasana kekeluargaan ini adalah sesuatu yang mulai jarang dijumpai di kota seperti Jakarta . Meskipun seluruh warga yang tinggal di perumahan ini dulu sama-sama tinggal di bantaran Kali Angke, latar belakang ras dan agama mereka berbeda. Namun demikian, Weni, seorang warga keturunan Tionghoa, mengatakan di perumahan ini, tidak ada masalah yang dialaminya akibat perbedaan tersebut. Weni tetap leluasa menjalankan tradisi khas Tionghoa misalnya membakar kertas sebagai persembahan kepada leluhur. ˇ§Nggak ada yang ngomong macam-macam, cuma anak-anak kecil suka pada liat aja,ˇ¨ tuturnya.
Mengubah Arah Masa Depan Pembangunan Perumahan Cinta Kasih ingin memberi perubahan kehidupan bagi para warganya. Perpindahan dari lingkungan pinggir kali ke rumah yang bersih dan rapi merupakan perubahan yang sangat dirasakan oleh sekitar 800KK tersebut. Di tempat ini, mereka juga terbebas dari rasa takut akan menjadi korban penggusuran akibat membangun rumah di tanah yang ilegal. Dimulai dari ketentraman hati ini, para warga perlahan-lahan membenahi masa depan mereka. Sekolah di bagian depan Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi cukup berperan. Banyak sekali perubahan yang ditunjukkan anak-anak pengawal masa depan tersebut, baik dalam sikap-perilaku maupun kebersihan diri. Dan semua ini tidak terlepas dari keterlibatan guru. Sebagian besar guru Sekolah Cinta Kasih juga bertempat tinggal di Perumahan Cinta Kasih. Mereka menjalankan fungsi guru tidak hanya di sekolah, tapi juga di luar sekolah. Menurut Marolop, guru Bahasa Inggris tingkat SD, masalah utama terletak pada kurangnya perhatian dari orangtua. Keterbatasan ekonomi menyebabkan waktu dan perhatian orangtua tersedot untuk mencari nafkah, sehingga anak-anak terabaikan. Pernyataan ini dikuatkan Sriyanto, guru wali yang tinggal serumah dengan Marolop. Sriyanto pernah mendapati murid dari keluarga yang ketiga anaknya bersekolah di Sekolah Cinta Kasih, dan semuanya termasuk anak-anak yang bermasalah. Saat ditelusuri, ternyata kedua orangtua anak-anak tersebut bekerja hingga larut malam. Pendalaman masalah para murid oleh Sriyanto ini, juga didukung karena ia tinggal di dekat murid-muridnya. Perubahan, memang bukan sesuatu yang dapat diwujudkan dalam sekejap. Terlebih ketika yang ingin diubah adalah masa depan. Namun, perubahan yang telah dimulai dan terus dilakukan, pada saatnya akan memberikan hasil yang nyata. ˇE Ivana |
|||
Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia
Telp. (021) - 6016332, Fax. (021) - 6016334 |
Copyright © 2005 TzuChi.or.id
|